Kompol Sandy Budiman Bongkar Fakta Mengejutkan: Sengketa Tanah Bukan Soal Lahan, Tapi Keadilan Sosial
Jakarta — Konflik tanah di Indonesia kembali jadi sorotan publik. Dari kasus Pulau Rempang, Wadas, hingga Mesuji, persoalan agraria seolah tak pernah ada habisnya. Tapi, tahukah Anda bahwa masalah ini bukan sekadar soal kepemilikan lahan?
Menurut Kompol Sandy Budiman, S.H., S.I.K., M.Si., akar persoalan sengketa tanah jauh lebih dalam — menyentuh urat nadi keadilan sosial masyarakat Indonesia.
> “Konflik agraria seperti di Rempang atau Wadas tidak hanya merugikan warga, tapi juga mengguncang rasa keadilan publik. Ini bukan sekadar rebutan lahan, tapi menyangkut hak hidup masyarakat kecil,” tegas Sandy.
Sengketa Tanah: Luka Lama yang Tak Pernah Sembuh
Dari Malang hingga Sidoarjo, dari Taman Nasional Kerinci Seblat sampai Kampung Akuarium Jakarta, konflik agraria terus bermunculan. Penyebabnya?
Kompol Sandy mengungkap setidaknya tiga akar utama:
1. Administrasi pertanahan yang semrawut dan tumpang tindih.
2. Perubahan tata ruang tanpa memperhatikan warga lokal.
3. Lemahnya perlindungan hukum terhadap tanah adat.
Tak hanya itu, sertifikat ganda dan masalah Hak Guna Bangunan (HGB) juga kerap menjadi bom waktu baru dalam persoalan agraria nasional.
> “Kepastian hukum harus diperkuat. Tanah adalah hak dasar warga. Kalau ini lemah, investor pun tidak akan merasa aman,” tambahnya.
Hak Milik, HGB, dan Hak Prioritas: Tiga Pilar Agraria yang Wajib Dipahami
Kompol Sandy menilai, masih banyak masyarakat yang belum memahami jenis-jenis hak atas tanah.
Sertifikat Hak Milik (SHM): Kepemilikan tertinggi, hanya untuk WNI.
Hak Guna Bangunan (HGB): Cocok untuk bisnis, berlaku 30 tahun dan bisa diperpanjang.
Hak Prioritas: Hak bagi masyarakat lokal atau pemilik lama untuk mendapat tanah lebih dulu sebelum diberikan ke pihak lain.
Hak Prioritas inilah yang sering menjadi benteng terakhir bagi masyarakat kecil agar tidak tergusur oleh kepentingan besar.
Solusi: Digitalisasi dan Lembaga Pengawas BPN
Kompol Sandy mendorong reformasi besar-besaran di sektor pertanahan.
> “Digitalisasi pertanahan adalah kunci. Dengan data yang terbuka, sertifikat ganda dan manipulasi dokumen bisa dihapus. Selain itu, perlu lembaga pengawas khusus untuk BPN agar transparansi benar-benar terjaga,” ujarnya.
“Tanah Adalah Identitas Bangsa!”
Sandy menutup pernyataannya dengan pesan tajam:
> “Tanah bukan sekadar aset ekonomi, tapi sumber kehidupan dan identitas masyarakat. Jika dikelola dengan adil, tanah membawa kesejahteraan. Jika tidak, ia akan jadi sumber konflik.”
Pesan itu menggema di tengah meningkatnya ketimpangan agraria dan derasnya investasi lahan.
Netizen pun ramai menanggapi pandangan Kompol Sandy Budiman, menyebutnya sebagai “suara akal sehat di tengah carut-marut agraria Indonesia.”
#SengketaTanah #KompolSandyBudiman #KeadilanSosial #BPN #Rempang #Wadas #HukumTanah #ViralNews
Redaksi.
Bagaimana Reaksi Tanggapanmu?